RINCIAN BIAYA ANGGARAN BIAYA
PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU
TAHUN PELAJARAN 2017-2018
TELAH DI BUKA
RA BUNAYYA KLIK TASYAKURAN
MARI BERGABUNG BERSAMA KAMI
HAKEKAT
PENDIDIKAN.
OLEH: EDY, M.Pd.I
A. Pendahuluan
Pada dasarnya hakekat pendidikan adalah belajar tentang manusia itu
sendiri ketika manusia sudah mengetahui dan memahami dengan sepenuhnya hekat
manusia maka dinyatakan belajar sudah tuntas. Sampai saat ini manusia belum sepenuhnya
memahami manusa. hal ini dapat terjadi
karena manusian memahami dirinya bukan dari suatu kesatuan yang utuh tetapi sudut pandang dan penekanan yang
berbeda-beda. Dalam bidan
g politik manusia adalah makhluk yang berpolitik dan
memiliki kepentingan dan kekuasaan dalam setiap bidang keadaan, dalam bidang
ekonomi manusia adalah makhluk ekonomi yang memerlukan sistem ekonomi tertentu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan bidang filsafat manusia adalah “hewan”
yang berpikir, dalam bidang sosial manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan orang lain dalam memenuhi hidup
dan keperluannya, dalam bidang pendidikan
manusia adalaha makhluk yang dapat dididik untuk tumbuh dan berkembang
berdasarkan firah (potensi) yang dimilikinya sebagai anugerah dari Allah
SWT
Hakekat pendidikan sangat erat
kaitanya dengan hakekat manusia atau pun sebaliknya manusia dengan pendidikan
seolah tidak dipisahkan karena pendidikan merupaka alat peradaban untuk
melindungi manusia dari kepunahan dan alat untuk mempertahankan eksistensi dan
kemanusiaannya di muka bumi ini.
B.
Permasalahan
Keadaan manusia saat ini jika
dilihat dalam kontek pendidikan merupakan hasil didikan dua puluh, tiga puluh bahkan lima dasawarsa
yang lalu, Karena pendidikan saat ini merupakan hasil dari output pendidikan
masa lalu, maka pada saat ini manusia sedang mempersiapkan dalam berbagai aspek
kehidupannya untuk hidup dua puluh, tiga puluh bahkan lima dasa warsa kedepan,
bagaimana manusia di masa mendatang hanya bisa diramalkan dan dipertahankan
keberadaannya melalui pendidikan, lalu apakah hakekat pendidikan itu?
C.
Pembahasan
Pembahasan
manusia tentang pendidikan merupakan
bahasan yang tak berujung, selama manusia ada dan memerlukan pendidikan,
maka bahasan tentang pendidikan akan selalu ada. Pendidikan dapat diartikan
sebagai sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan.[1] Pendididikan
di definisikan juga sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.[2]
Hakekat
pendidikan adalah berbicara tentang makhluk yang dapat dididik, makhluk yang
dapat dididik adalah manusia berarti definisi
pendidikan yang ada sebenarnya membahas juga tentang hakekat manusia, kalau
kita mendefinisikan pendidikan dalam bahasa yunani, maka Istilah
pendidikan berasal dari kata “Paedagogie” yang akar katanya “Pais” yang
berarti anak dan “Again” yang artinya membimbing. Jadi Paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Pendidikan juga dalam bahasa Yunani diartikan
sebagai educare yakni tindakan
mengeluarkan dan menuntun serta
merealisasikan potensin anak yang
dilahirakan ke muka bumi ini. [3]
Lebih
jauh ditegaskan bahwa konsep dasar dari pendidikan dalam bahasa Yunani
adalah menolong manusia agar menjadi
manusia. Titik tekan dalam definisi ini
adalah aspek kemanusiannya, dengan demikian dapat diterjemahkan bahwa yang
menolong adalah manusia, bahwa
pendidikan adalah untuk pengendalian diri yang dilakukan oleh manusia yang
lebih memiliki pengendalian diri, pendidikan harus mampu menjelaskan masalah
dengan pikiran, serta pendidikan harus memperhatikan lingkungan karena manusia maerupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari lingkungan.
Ditinjau
dari proses pendidikan ada dua hal yang harus dikembangkan, yaitu proses
individual dan proses sosial. Beberapa ahli pendidikan lebih menekankan kepada
bagaimana mengembangkan semua kemampuan dasar (potensi) yang sudah dimliki anak
sejak lahir. Bila dilihat dari tujuan dalam proses pendidikan, maka hal-hal
yang dibicarakan lebih banyak menggungkapkan sistem nilai yang akan dicapai
melalui pendidika berdasarkan pada sistem penilaian yang ada pada masyarakat.
Dengan demikian dalam pelaksanaan pendidikan, seyogyanya didasarkan kepada sistem
nilai yang sudah dimiliki oleh masyarakat, bangsa dan Negara. Ada beberapa
pandangan tentang pengertian pendidikan seperti berikut:
1. Imam al-Ghazali baginya tujuan pendidikan adalah mendekatkan diri
kepada Allah SWT, menggali dan mengembangkan potensi fitrah manusia, mewujudkan
profesionalisme manusia untuk mengemban tugas keduniaan dengan
sebaik-baiknya, membentuk manusia
berakhlakl mulia, suci jiwanya dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.[4]
2.
Langeveld adalah seorang ahli pendidikan bangsa belanda yang berorientasike Eropa
dan lebih menekankan kepada teori-teori (ilmu). Di Indonesia dapat dikenal
dengan bukunya Paedagogik Teoritis Sistematis. Ahli ini merumuskan arti
pendidikan sebagai berikut : “pendidikan
adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan
anak untuk mencapai kedewasaan dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan
tugas hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain”.
3. Ki Hajar Dewantara adalah
toko pendidikan nasional, peletak dasar pendidikan yang kuat dan progresif
untuk generasi sekarang dan generasi akan datang, merumuskan pengertian
pendidikan sebagai berikut :”pendidikan pada umumnya berarti daya upaya
memajukan pertumbuhan budi pekerti dalam taman siswa tidak boleh
dipisah-pisahkan bagian-bagiannya supaya kita memajukan kesempurnaan hidup,
kehidupan dan penghidupan anak didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar
Dewantara 1977:14).
4. Undang-undang system pendidikan nasional (UUSPN) no.20 tahun 2003 bab 1, pasal 1 menggariskan
pengertian :”pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”[5]
Pendidikan
menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari peradaban sebuah bangsa,
pendidikan seperti dua sisi mata uang
dalam sebuah peradaban termasuk dalam peradaban Islam. Dalam peradaban Islam
yang telah berlangsung lebih dari tujuh ratus tahun pendidikan dan ilmu menjadi
sebuah bagian yang tak terpisahkan. Dalam peradaban Islam pendidikan merupakan sebuah usaha kreatif dalam
melanggengkan peradaban sehingga pada
zamannya menghasilakan tokoh-tokoh kreatif yang mampu tampil dalam pentas
peradaban seperti Ibnu Sina, Ibnu Rush,
al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Khaldun, al-Ghazali dan sederetan lainnya.
Demikian juga dalam peradaban Barat-Sekular yang sekarang mendominasi walaupun
terdapat sejarah kelam dalam peradabannya
yang berkaitan dengan pertikaian antara agama (Kristen) melawan dominasi pengetahuan (ilmu) dan
inquisisi tapi keberhasilannya dalam menterjemahkan “hakekat” manusia ke dalam
dunia nyata dan berkat hasil pergumulannya dalam hal “mencuri” pengetahuan dari
dunia Islam membuatnya “maju” dan berada
dalam pentas yang mendominasi dunia sekarang ini.
Hakekat
pendidikan adalah ketika memaknai tujuan manusia diciptakan. Wahyu
mengisyaratkan kepada kita bahwa hakekat manusia diciptakan adalah untuk beribadah
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Q.S al-Zariyat : 56
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya
: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”.
Hakekat pendidikan yang
kedua ketika memaknai bahwa tujuan manusia diciptakan adalah sebagai khalifah
dimuka bumi sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-Baqarah:30
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya
: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Hakekat ibadah dapat bermaknai ketundukan dan
kepatuhan kepada Sang Pencipta
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: pertama, Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. Kedua, Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. Ketiga, Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: pertama, Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. Kedua, Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. Ketiga, Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Hakekat Pendidikan yang kedua adalah sejalan
dengan tujuan diciptakannya manusia yakni fungsi manusia sebagai khalifah,
yakni khalifah Allah Itulah hakikat manusia. Namun apakah dalam
kenyataannya setiap manusia itu khalifatullah Manusia adalah khalifah dari
Allah dan Allah adalah puncak segala kebaikan dan kesempurnaan. Dengan demikian
manusia adalah titisan dari kebaikan dan kesempurnaan-Nya. Jadi manusia
berkedudukan sebagai wakil atau pengganti Allah di muka bumi. Yaitu manusia
yang mempunyai kemampuan untuk mengatur dan mengubah alam. Manusia yang sedikit
banyak mengetahui rahasia alam. Semua itu tidak berlaku bagi makhluk-makhluk
lainnya. Lalu manusia yang bagaimanakah yang menjadi khalifah?
Manusia yang menjadi khalifah paling tidak
memiliki kriteria antara lain: pertama, memiliki ilmu pengetahuan sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S
al-Baqarah: 31
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ
Artinya;
“dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!"
Kedua,
manusia yang beriman dan beramal sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S
an-Nur: 55
ytãur ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOä3ZÏB (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßg¨ZxÿÎ=øÜtGó¡us9 Îû ÇÚöF{$# $yJ2 y#n=÷tGó$# úïÏ%©!$# `ÏB öNÎgÎ=ö6s% £`uZÅj3uKãs9ur öNçlm; ãNåks]Ï Ï%©!$# 4Ó|Ós?ö$# öNçlm; Nåk¨]s9Ïdt7ãs9ur .`ÏiB Ï÷èt/ öNÎgÏùöqyz $YZøBr& 4 ÓÍ_tRrßç6÷èt w cqä.Îô³ç Î1 $\«øx© 4 `tBur txÿ2 y÷èt/ y7Ï9ºs y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÎÎÈ
Artinya: “dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik”.
Ketiga, Memberi keputusan dengan benar (haqq) dan
tidak mengikuti hawa nafsu sebagaimana firman Allah Q.S Shad: 26
ß¼ãr#y»t $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ wur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒt `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7Ïx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqt É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ
Artinya; “Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari
jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan”.
Keempat menegakkan
Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
sebagaimana Q.S al-Araf; 129
(#þqä9$s% $oYÏré& `ÏB È@ö7s% br& $uZuÏ?ù's? .`ÏBur Ï÷èt/ $tB $oYoKø¤Å_ 4 tA$s% 4Ó|¤tã öNä3/u br& Î=ôgã öNà2¨rßtã öNà6xÿÎ=÷tGó¡tur Îû ÇÚöF{$# tÝàZusù y#ø2 tbqè=yJ÷ès? ÇÊËÒÈ
Artinya:
“kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu
datang kepada Kami dan sesudah kamu datangMusa menjawab: "Mudah-mudahan
Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), Maka
Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu”.
D. Kesimpulan
Hakekat
pendidikan adalah belajar tentang manusia itu sendiri ketika manusia sudah
mengetahui dan memahami dengan sepenuhnya hakekat manusia maka dinyatakan
belajar sudah tuntas namun hal ini sangat sulit untuk dicapai.
Hakekat
Pendidikan dalam Islam sejalan dengan tujuan manusia itu diciptakan yakni
sebagai makhluk yang tuduk dan patuh pada Sang Khaliq serta sebagai khalifah
atau pengganti/wakil tuhan dimuka bumi dengan memiliki sifat-sifat diantaranya
menguasai ilmu pengetahuan, beriman dan beramal,member keputusan dengan hak dan
tidak dengan hawa nafsu, serta menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar. Hakekat
pendidikan bukan hanya untuk mendapatkan kesenangan dunia tetapi untuk
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Syaibani,
Omar Mohammad al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1979
Amin,
Muhammad Maswardi, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, Jakarta: Baduose Media
Jakarta, 2011
Gundi
HW,Teguh Wangsa, Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2001
Ibn Rusn ,Abidin, Pemikiran
al-Ghazali Tentang Pendidikan (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 1998),
Gundi
HW,Teguh Wangsa, Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2001
Muthahhari,
Murtadha, Konsep Pendidikan Islam, Depok, Jawa Barat: Iqra Kurnia
Gemilang, 2005
Nata,
Abudin, Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
Surayin,
Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2007
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang sistem pendidikan Nasional, Fokusmedia,
Bandung: 2006.
[2] Wikipedia Bahasa Indonesia,
http://wikipedia.7val.com/wiki/pendidikan,
senin, 5 Desember 2011, 15:41
[3]http://nyitcimoet,blogspot.com/2010/01/pendidikan-dalam-bahasa-yunani-berasal.html senin, 5 Desember 2011 jam 15:55
[4] Abidin Ibn Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang
Pendidikan (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 1998), h. 56-61
[5] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
Tentang sistem pendidikan Nasional,
Fokusmedia, Bandung: 2006, h.53
KAMI ADA DI FACEBOOK KLIK RA BUNAYYA
KECERIAAN PADA KEGIATAN AKHIR SANAH AKHIR SANAH
RA BUNAYYA CERIA BERSAMA DI JUNGLE CERIA BERSAMA DI THE JUNGLE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar